SATU
DELAPAN SEMBILAN
(satu
diantara delapan dan sembilan)
Astiwi Saf
Melakukan sebuah perjalanan adalah wajib hukumnya
bagi setiap manusia di semesta ini, kita dikaruniakan keindahan yang sungguh
menakjubkan yang tersembunyi dibalik sebuah perjuangan menelusuri tempat-tempat
yang jauh dari pondok-pondok, jauh dari keramaian, dan jauh dari hiruk pikuk
perkotaan yang dipenuhi oleh kemunafikan, kejahatan dan pertumpahan darah. Hidup
ini menawarkan keindahan yang tidak bisa kita temukan hanya dengan menikmati
dinginnya udara dari mesin pendingin di kamar tidur dengan kasur yang empuk,
bukan dengan duduk berdiam diri dirumah menghayalkan kekayaan dan menjaganya
agar tidak ada yang mencurinya.
Perjalanan
ini adalah tiba-tiba,
Dimaksudkan
untuk merayakan liburan dan membahas segala hal yang ketika kami masih duduk di
bangku sekolah dasar (anggap saja ini semacam reuni) namun hanya sedikit yang
sempat. Perjalanan satu diatara Sembilan itu ialah karena tiba-tiba hanya saya
perempuan satu-satunya yang ikut sedang yang lain berhalangan, bersama dengan
sembilan teman laki-laki saya semasa kecil, kami bersepuluh sepakat untuk
mencari rute yang jauh hingga kami akan menemukan pemandangan yang menyenangkan.
Perjalanan dimulai dengan sebuah tekad ingin menjelajahi
keindahan tersembunyi dibalik gunung-gunung yang menjuang tinggi, serta sungai
dengan batu-batu kecil yang airnya
bening mengalir laksana sebuah ilusi dalam mimpi yang nyata.
Bersama dengan kesembilan mereka meskipun saya
adalah perempuan sendiri sungguh tidak menyurutkan semangat saya untuk
melanjutkan perjalanan yang ditempuh selama enam jam untuk tiba pada destinasi.
Berangkat pukul 10.00 kami tiba pukul 16.20. di atas bukit itu terdapat sebuah
perkampungan dan kami menyaksikan tawa yang lepas dari anak kecil yang sedang
bertarung bermain bola bersama dengan para pemuda dan bapak-bapak tua.
Yah,mereka berbaur, bermain bersama-sama. Orang-orang disana mengajari anak
mereka untuk bertarung dan menyatu dengan alam, hingga mereka berguling di lapangan
yang basah, ada yang cedera, mereka tidak peduli sebab katanya
“setiap anak
sejak kecil mesti dihadapkan pada situasi apapun, hingga mereka ketika besar
tidak menjadi sebuah generasi yang lembek umpama es batu yang tampaknya keras
tapi ketika dihadapkan dengan panas matahari maka sungguh akan sangat cepat ia
meleleh”.
Namun, inilah yang sepertinya terjadi pada generasi kita,
generasi yang tercengang akan pentingnya popularitas dan kepura-puraan,
pentingnya untuk menjadi orang lain, dan pentingnya untuk melakukan pencitraan.
Namun, itu hanya secuil dari sisi negatif dari zaman kita, namun secara tidak
sadar hal itu bukanlah sebuah hambatan akan tetapi sebuah peluang untuk
menjadikan diri kita untuk lebih tangguh, keluar dari kekeliruan itu dan
melakukan sebuah perubahan yang tentunya mesti dari diri kita sendiiri.
Yah, perjalanan menuju palipu adalah sebuah
perjalanan melawan ketakutan, memicu adrenalin hingga melawan kegelisahan. Kami
saling membantu mendorong motor untuk sampai kepada ketinggian, ada yang mulai
putus asa namun kembali semangat sebab ada arti sebuah kawan yang memberikan
gurauan semangat, ada yang berkali-kali jatuh dari motor sebab tergelincir oleh
batu-batu kecil menuju tanjakan, dan ada yang motornya rusak sedang masih
dengan nomor polisi berwarna merah. Segala rintangan itu belum sampai kepada
klimaks sebab semuanya masih baik-baik saja, perjalanan diteruskan hingga kami
mendengar suara air mengalir yang diantarai suara jangkrik dan elemen-elemen
hutan yang memadukan sebuah nada hingga tercipta suara alam yang sungguh
mendamaikan hati.
Palipu telah di
depan mata, kami membasuh wajah
dengan kesegaran airnya yang bening, lalu kami melanjutkan perjalanan melewati
gowa yang sangat gelap untuk menuju ke air terjun, namun sangat disayangkan
sebab telah musim kemarau sehingga air yang terjun sangatlah sedikit. Namun,
sedikit banyaknya masih tetap menyajikan sebuah pesona yang menawan. Lalu kami
melanjutkan perjalanan untuk kembali ke kota namun hari sudah malam. Kami
beristirahat di sebuah mushalla kecil di perkampungan dan berbincang dengan
warga kampung tentang rute jalan pintas untuk kembali. Namun, warga bersih
keras untuk menahan kami seharian sebab tantangan dan mara bahaya akan sangat
besar jika melewati rute pulang di malam hari, warga yang telah bertahun-tahun saja takut untuk
melewati itu dimalam hari. Namun, karena banyak alasan dan masih mencari
tantangan kami tetap melanjutkan perjalanan meskipun tidak diizinkan, namun
kami tetap meminta restu.
“hati-hatiki,
moga-moga salama’ki” ujar salah seorang bapak yang kulitnya legam.
Dengan sebuah tekad kami melanjutkan perjalanan.
Lalu, masih sepertempat perjalanan seorang teman terjatuh dari motor dekat
sebuah jurang, untung saja tidak terjatuh di jurang. Lalu, kami bersama-sama
menolongnya dan kembali melanjutkan, lalu turunan terus kami lewati dengan
jalan yang basah tiba-tiba motor teman yg lain mogok dan tidak bisa menyala.
Kami bersama-sama mencari masalahnya dan menyelesaikannya. Kami saling
bertatapan dengan maksud untuk saling semangat dan berani untuk menghadapi
situasi yang masih panjang didepan. Lalu salah seorang teman mengatakan, kita
kembali saja keperkampungan, saya sudah lelah dan khawatir. Melontarkannya
dengan nada putus asa. Sontak, sembilan orang itu mengatakan tidak, kita harus
melanjutkan perjalanan hingga menuju klimaks. Lalu mesin motornya sudah menyala
dan kami lanjut hingga menemukan sebuah jalan buntu, sebab rute yang kami
dapatkan harus melewati sungai yang akan membasahi mesin motor, dan di seberang
sungai itu terdapat sebuah pintu jalan yang tertutup yang dibuat oleh warga
sebagai isyarat bahwa rute itu bukan jalan yang aman. Namun, kami mencari cara
untuk melewati sungai itu, kami jejerkan motor dan mendorong motornya yang
dihantam arus hingga keenam motor itu ada diseberang. Tantangan selanjutnya
adalah pintu yang tertutup itu kami buka kuncinya bersama-sama dan melanjukan
perjalanan. Lalu, tidak lama kemudian motor saya tergelincir hingga saya
terjatuh lalu baju saya tersangkut di motor teman yang dibelakang dan saya
terseret sekitar beberapa meter di bebatuan itu dan teman saya yang lainnya
juga cedera. Namun, yang sungguh mengejutkan ialah saya terluka tapi yang saya
rasakan bukannya sakit, tapi saya gembira telah melalui perjalanan yang sangat
mengesankan. huuu ini adalah klimaks dari perjalanan kita dan ini sungguh
mengesankan. Yah, hingga saat saya menuliskan kisah ini diantara semua
perjalaanan inilah yang sangat mengesankan.
Bahwa:
Kita
harus berani mencari sebuah situtasi yang merahasiakan banyak ketidakpastian,
jangan banyak tidur di rumah, jangan banyak berdiam diri, tapi bernafaslah
dengan segar diantara rimbun pepohonan dan indahnya kicauan nyanyian alam.
Palipu,
aku jatuh dan penuh cinta pada perjalanan menemuimu
Langit
yang kemarau, airmu yang kering, bebatuanmu yang hitam, menyatu dalam diriku
dan aku kini, bernafas keindahanmu.