Sabtu, 16 September 2017

Satu Delapan Sembilan (Sebuah Perjalanan)

SATU DELAPAN SEMBILAN
(satu diantara delapan dan sembilan)
Astiwi Saf

Melakukan sebuah perjalanan adalah wajib hukumnya bagi setiap manusia di semesta ini, kita dikaruniakan keindahan yang sungguh menakjubkan yang tersembunyi dibalik sebuah perjuangan menelusuri tempat-tempat yang jauh dari pondok-pondok, jauh dari keramaian, dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang dipenuhi oleh kemunafikan, kejahatan dan pertumpahan darah. Hidup ini menawarkan keindahan yang tidak bisa kita temukan hanya dengan menikmati dinginnya udara dari mesin pendingin di kamar tidur dengan kasur yang empuk, bukan dengan duduk berdiam diri dirumah menghayalkan kekayaan dan menjaganya agar tidak ada yang mencurinya.

Perjalanan ini adalah tiba-tiba,
            Dimaksudkan untuk merayakan liburan dan membahas segala hal yang ketika kami masih duduk di bangku sekolah dasar (anggap saja ini semacam reuni) namun hanya sedikit yang sempat. Perjalanan satu diatara Sembilan itu ialah karena tiba-tiba hanya saya perempuan satu-satunya yang ikut sedang yang lain berhalangan, bersama dengan sembilan teman laki-laki saya semasa kecil, kami bersepuluh sepakat untuk mencari rute yang jauh hingga kami akan menemukan pemandangan yang menyenangkan.
Perjalanan dimulai dengan sebuah tekad ingin menjelajahi keindahan tersembunyi dibalik gunung-gunung yang menjuang tinggi, serta sungai dengan batu-batu kecil yang airnya bening mengalir laksana sebuah ilusi dalam mimpi yang nyata.
Bersama dengan kesembilan mereka meskipun saya adalah perempuan sendiri sungguh tidak menyurutkan semangat saya untuk melanjutkan perjalanan yang ditempuh selama enam jam untuk tiba pada destinasi. Berangkat pukul 10.00 kami tiba pukul 16.20. di atas bukit itu terdapat sebuah perkampungan dan kami menyaksikan tawa yang lepas dari anak kecil yang sedang bertarung bermain bola bersama dengan para pemuda dan bapak-bapak tua. Yah,mereka berbaur, bermain bersama-sama. Orang-orang disana mengajari anak mereka untuk bertarung dan menyatu dengan alam, hingga mereka berguling di lapangan yang basah, ada yang cedera, mereka tidak peduli sebab katanya
“setiap anak sejak kecil mesti dihadapkan pada situasi apapun, hingga mereka ketika besar tidak menjadi sebuah generasi yang lembek umpama es batu yang tampaknya keras tapi ketika dihadapkan dengan panas matahari maka sungguh akan sangat cepat ia meleleh”.
Namun, inilah yang sepertinya terjadi pada generasi kita, generasi yang tercengang akan pentingnya popularitas dan kepura-puraan, pentingnya untuk menjadi orang lain, dan pentingnya untuk melakukan pencitraan. Namun, itu hanya secuil dari sisi negatif dari zaman kita, namun secara tidak sadar hal itu bukanlah sebuah hambatan akan tetapi sebuah peluang untuk menjadikan diri kita untuk lebih tangguh, keluar dari kekeliruan itu dan melakukan sebuah perubahan yang tentunya mesti dari diri kita sendiiri.
Yah, perjalanan menuju palipu adalah sebuah perjalanan melawan ketakutan, memicu adrenalin hingga melawan kegelisahan. Kami saling membantu mendorong motor untuk sampai kepada ketinggian, ada yang mulai putus asa namun kembali semangat sebab ada arti sebuah kawan yang memberikan gurauan semangat, ada yang berkali-kali jatuh dari motor sebab tergelincir oleh batu-batu kecil menuju tanjakan, dan ada yang motornya rusak sedang masih dengan nomor polisi berwarna merah. Segala rintangan itu belum sampai kepada klimaks sebab semuanya masih baik-baik saja, perjalanan diteruskan hingga kami mendengar suara air mengalir yang diantarai suara jangkrik dan elemen-elemen hutan yang memadukan sebuah nada hingga tercipta suara alam yang sungguh mendamaikan hati.
Palipu telah di depan mata, kami membasuh wajah dengan kesegaran airnya yang bening, lalu kami melanjutkan perjalanan melewati gowa yang sangat gelap untuk menuju ke air terjun, namun sangat disayangkan sebab telah musim kemarau sehingga air yang terjun sangatlah sedikit. Namun, sedikit banyaknya masih tetap menyajikan sebuah pesona yang menawan. Lalu kami melanjutkan perjalanan untuk kembali ke kota namun hari sudah malam. Kami beristirahat di sebuah mushalla kecil di perkampungan dan berbincang dengan warga kampung tentang rute jalan pintas untuk kembali. Namun, warga bersih keras untuk menahan kami seharian sebab tantangan dan mara bahaya akan sangat besar jika melewati rute pulang di malam hari, warga  yang telah bertahun-tahun saja takut untuk melewati itu dimalam hari. Namun, karena banyak alasan dan masih mencari tantangan kami tetap melanjutkan perjalanan meskipun tidak diizinkan, namun kami tetap meminta restu.
“hati-hatiki, moga-moga salama’ki” ujar salah seorang bapak yang kulitnya legam.
Dengan sebuah tekad kami melanjutkan perjalanan. Lalu, masih sepertempat perjalanan seorang teman terjatuh dari motor dekat sebuah jurang, untung saja tidak terjatuh di jurang. Lalu, kami bersama-sama menolongnya dan kembali melanjutkan, lalu turunan terus kami lewati dengan jalan yang basah tiba-tiba motor teman yg lain mogok dan tidak bisa menyala. Kami bersama-sama mencari masalahnya dan menyelesaikannya. Kami saling bertatapan dengan maksud untuk saling semangat dan berani untuk menghadapi situasi yang masih panjang didepan. Lalu salah seorang teman mengatakan, kita kembali saja keperkampungan, saya sudah lelah dan khawatir. Melontarkannya dengan nada putus asa. Sontak, sembilan orang itu mengatakan tidak, kita harus melanjutkan perjalanan hingga menuju klimaks. Lalu mesin motornya sudah menyala dan kami lanjut hingga menemukan sebuah jalan buntu, sebab rute yang kami dapatkan harus melewati sungai yang akan membasahi mesin motor, dan di seberang sungai itu terdapat sebuah pintu jalan yang tertutup yang dibuat oleh warga sebagai isyarat bahwa rute itu bukan jalan yang aman. Namun, kami mencari cara untuk melewati sungai itu, kami jejerkan motor dan mendorong motornya yang dihantam arus hingga keenam motor itu ada diseberang. Tantangan selanjutnya adalah pintu yang tertutup itu kami buka kuncinya bersama-sama dan melanjukan perjalanan. Lalu, tidak lama kemudian motor saya tergelincir hingga saya terjatuh lalu baju saya tersangkut di motor teman yang dibelakang dan saya terseret sekitar beberapa meter di bebatuan itu dan teman saya yang lainnya juga cedera. Namun, yang sungguh mengejutkan ialah saya terluka tapi yang saya rasakan bukannya sakit, tapi saya gembira telah melalui perjalanan yang sangat mengesankan. huuu ini adalah klimaks dari perjalanan kita dan ini sungguh mengesankan. Yah, hingga saat saya menuliskan kisah ini diantara semua perjalaanan inilah yang sangat mengesankan.
Bahwa:
Kita harus berani mencari sebuah situtasi yang merahasiakan banyak ketidakpastian, jangan banyak tidur di rumah, jangan banyak berdiam diri, tapi bernafaslah dengan segar diantara rimbun pepohonan dan indahnya kicauan nyanyian alam.
Palipu, aku jatuh dan penuh cinta pada perjalanan menemuimu

Langit yang kemarau, airmu yang kering, bebatuanmu yang hitam, menyatu dalam diriku dan aku kini, bernafas keindahanmu.