Sabtu, 04 Oktober 2014

"Mengharap Panggilan Suci"



MENGHARAP PANGGILAN SUCI  

Sas


 
Oh my Lord, I am here at your service. O Allah I am here at your service. I am here with your service. You have no partner. I am here at your service. Surely the praise, and blessings are yours, and the dominion. You have no partner. 


Allahuakbar --- Allahuakbar --- Allahuakbar.
Jum’at. Dipadang Arafah telah berkumpullah manusia-manusia panggilan Allah. Telah bergeminglah jiwa mereka, bersyahadatlah nafas mereka, bertauhidlah seluruh tubuh mereka, dan telah direngkuhlah kebahagiaan yang hakiki oleh mereka. 

       Tiadalah pengarang tahu-menahu betapa bahagianya hamba ini, memandang dan menatap padang arafah itu dikerumuni oleh manusia-manusia berkain putih melintang, padang Arafah ialah lautan manusia beriman, meskipun hanyalah disebuah stasiun televisi yang bertayang hamba bisa menyaksikan namun sebagaimana yang pengarang tahu bahwa halnya "Alhajju 'Arafah"  "Haji adalah (wukuf) di Arafah" (HR. Bukhari Muslim) dimana para umat muslim sejagat raya itu melepaskan kemewahan keduniaannya, menundukkan kerendahan diri dan kehinaannya kepada Allah, segala pengakuan dosa, dan setiap jiwa mereka menyadari benar betapa dekatnya Allah kepada Hamba-hamba-Nya. Tak hentilah air mata ini mengalir menderu-deruhi kenangan. Kenangan ketika hamba melewati jalan setapak diatas mobil berukuran panjang, memandangi padang arafah seraya nyata dihadapan, namun hanya mampu melewati karena yang hamba lakukan hanyalah Umroh. Namun, sangatlah bersyukur hamba ini, dengan usia demikian dini diberikan kesempatan oleh Maha bijaksana itu yang bertahta diatas langit tujuh susun untuk memandang dan bertengger diatas tanah haram yang sungguh benar suci-kesuciannya.

   Hari ini tepat tulisan ini dituliskan dengan suka cita, entahlah bagaimana hati hamba ini. Setelah menghamparkan Sejadah panjang, lalu bersimpuh dan merapatkan wajah diatas sajadah itu, bersujud meminta ampunan dan rahmat dari Allah SWT. Ketika sebagian dari umat manusia yang luput dari ingatan terhadap penciptanya bersendagurau meriang-riang menikmati dunia yang fana ini lalai dari ibadah dan perintahnya, janganlah kita mengikut kepada yang bathil jua. Tinggallah sejenak, carilah sebuah tempat entahlah dirumah ataukah di rumah Allah, ialah masjid, mushallah dan apapun itu. Pergilah duduk sejenak disana sekadar untuk duduk bersila, ataukah duduk tafakur bersimbah taubat dan hikayat ampunan kepada Allah azza wa jalla. Tepat hari dimana tulisan ini dituliskan, terdengarlah suara berkumandang dari rumah allah yang maha indah. Allahuakbar—  Allahuakbar Walillah Ilham. Terbitlah pula kembali titik-titik air mata yang mengalir dipipi ini bahwa begitu besar nikmat yang diberikan Allah kepada kita ialah itu umur yang panjang hingga terdapatlah pula hari ini, hari dimana menjadi hari malam menunggu datangnya lebaran Idul Adha itu. Dengan tulisan ini pula, hamba mengajak siapapun anda yang sempat membaca lewat mata, ataupun melihat lewat jiwa, ataupun apalah itu maafkanlah hamba beserta seluruh keluarga yang penuh hina kehinaan ini, karena tiadalah manusia yang sempurna kecuali penciptanya ialahh Allah SWT. Biarlah hamba berterangan mengatakan bahwa hakikat hamba ini hanyalah seorang hina yang tercipta dari segumpal tanah. Hanya segumpal tanah. Maka buat apalah lagi kita menyombongkan diri dihadapan manusia itu terlebih kepada allah. Karena semakinlah kita mencari kesempurnaan maka semakinlah kita mendapat kehinanan, tapi semakinlah kita mencari kehinaan maka semakinlah kita akan mendekati kesempurnaan. Tuan maha pembaca yang tenang jiwanya, pastilah dikau bertanya-tanya mengapalah demikian jadinya? Karena tiadalah kita boleh merasa diri sempurna dihadapan Allah dan umat manusia sepenuhnya, karena merasa diri sempurna adalah bahagian dari kesombongan yang lepas perlahan akan menghancurhkan diri kita. Ialah yang Maha sempurna itu hanyalah Allah hingga kita sebagai hamba yang sungguh kecil tak lepas dari sebutir pasir janganlah pernah merasa sempurna karena yang akan terjadi ialah derajat kita akan diturunkan dan kita akan menjadi hina dihadapnya. Namun, ya habiballah maha pembaca yang saya sanjungi, ketika kita senantiasa menghinakan diri dihadapan allah maka segala belas kasih dan rahmat itu akan turun dengan sendirinya. Karena ialah Allah sangat menyukai ciptaannya hamba-hamba manusia yang senantiasa merendah diri dan menghamba dihadapannya. 


Maka segala doa apapun bentuknya itu insyaallah atas izinnya akan diijabah olehnya. Karenanya itulah hamba berani mengatakan bahwa "semakin kita merasa dirikita hina maka semakin Allah meninggikan derajat kita dihadapannya"
Berbicara tentang doa, ialah itu penyambung tali hubungan antara jiwa hamba dengan Dzat Tuhannya yang Maha Agung. Senantiasalah kita selalu dan setiap waktunya mengulurkan tangan, tengadahkanlah wajah kelangit ataukah tidak tundukanlah jiwa dan hati kita ketika mengharap ridhanya. sebab, hakikinya itu tiadalah doa yang tidak diijabah oleh-Nya. Namun Allah selalu tahu-menahu kapan waktunya itu doa-doa hambanya mesti dikabulkan. Sebab Allah hanya memberi apa yang kita butuhkan, dan allah belum memberi apa yang kita inginkan.  ialah Allah sebenarnya tahu kita meminta, tapi Allah menunggu waktu yang tepat. Seperti halnya judul buku Leo Tolstoy seorang pengarang yang baik budi perangainya mengatakan ”Tuhan tahu tapi dia menunggu”. Itulah yang senantiasa kita ingat dan pikirkan dikala kita berputus asa dari rahmatnya bahwa tiadalah tuhan akan zalim kepada umatnya, tapi dialah Allah yang maha bjaksana yang mengerti segalanya. 

Sepertilah keinginan dan gejolak jiwa ini menghembuskan sesak didada lantaran besar sungguh besar keinginan hamba menunaikan ibadah haji dan merasakan betapa indahnya wukuf dan berlebaran di tanah haram itu. Namun, tiadalah tuhan akan memanggil kita kesana jikalau belum siap adanya.



       Untuk itu, marilah kita semua, segala hamba manusia yang membaca tulisan ini, persiapkanlah diri kita sebaik-baiknya, marilah kita mengisi hari-hari kita dengan penuh ibadah, penuh kebaikan, dan janganlah sekali-kali kita menyakiti satu sama lain. Karena tidak lain yang hidup dan bertebaran didunia ini adalah bersaudara adanya. Kita adalah sama manusia yang diciptakan dari tanah dan ialah kita anak cucu adam yang hakiki. 

      Sebelumlah tulisan ini ditutup, marilah kita semua berdoa seutuhnya semoga kelak dikemudian hari, jika usia kian berlanjut dan Allah menghendaki kita akan dipanggil kembali kesebuah tanah haram yang selalu dirindukan, menatap betapa kharismanya Ka’bah itu yang berdiri kokoh ditengah masjidil haram, bersembahyang di hadapan makam Rasulullah SAW lalu menyampaikan salam selamat kepadanya dan kepada sahabat-sahabatnya, bisa pula kita memandang dan mendoakan para syuhada yang mati syahid dalam perang uhud, dan merasakan betapa tenangnya jiwa ketika bertengger dan berdoa ditanah haram itu. 
Kiranya, tulisan ini dibuat oleh pengarang untuk mengingatkan bahwa janganlah kita luput dari ingatan untuk allah azza wajallah, tak hentilah kita panjatkan doa kepadanya. La Tanza Dzikrullah

Karena telah diterangkan bahwa jika kita mengingat alllah dikala senang maka niscaya dia akan mengingatmu dikala susah. 


Salam Jiwa ;)