IBUKU ADALAH JIWAKU, INTI KEHIDUPANKU
Pinrang, 20
Desember 2013
Sembah sujud
Ananda!
Ibu!
Masih adakah lafadz doamu. Tolong disisakan untuk Ananda, ya. \Sebentar lagi,
saya akan ujian. Seabrek mata ujian dan seratusan jumlah nomornya, jadi enteng
jika sebait doamu ke luar dari bibirmu. Oh iya, tidak lupa Ananda mengirimkan
doa ke langit ke tujuh. Sekhusyu-khusynya, agar sepintal nafasmu terus tersulur
dalam kubah keilahian.
Sembah takzim Ananda!
Ibu!
Tiga belas tahun telah berlalu. Tahukah apa artinya itu, Bu? Itu artinya, air
susumu telah sekian lama mengalir, lalu membentuk Ananda menjadi manusia
terbaik saat ini, terbaik di antara teman-teman sekelas. Ananda menjadi siswa
riang-periang, lincah, dan tumbuh sehat akhirnya.
Ibu!
Ananda paham soal ini, dan tentu Ibu lebih paham karena dikau seorang bidan.
Ya, profesimu itulah sehingga dikau memperhatikan hal ini. Apa itu? Ibu tentu
tahu. Sejak nol hari hingga enam bulan umurku, asupan gizi yang dikau berikan
hanya air susumu, tidak ada yang lain. Terima kasih, ya. Dua tahun engkau
memberikan. Hmm, dua jempol untukmu?
Ibu!
asupan lain yang dikau berikan adalah gizi ikhlas. Terima kasih sekali lagi!
Tanpa ini, tentu Ananda akan seperti teman-teman lain. Mereka diteteki dengan
emosi dan amarah. Diasupi dengan susu binatang. Dikau tahu Ibu? Tak ada amarah
ke luar dari bibirmu. Hanya senyuman, dulu hingga kini. Masih adakah senyuman
itu? Hmm, terus alirkan ya.
Ibu! Ananda
percaya, bahwa aku berhasil seperti sekarang semua kasih sayangmu itu. Doa,
asi, ikhlas dan senyuman. Makasih ya!
Sembah sayang buatmu, Bu!
Ibu,
apakah Ananda masih bisa meminta, setelah kasih sayangmu membahasi sekujur
tubuh? Bisa ya, Ananda meminta! Jika bisa Bu, Ananda ingin mempersembahkan
seluruh jiwa raga, Ananda. Lahir hingga disemai sekatum batinku Tentu dikau
terkekeh mendengar kalimat ini. Tapi yakin, semenjak Ananda masuk dan mengikuti
semua aktivitas belajar di sekolah berasrama, SMA Negeri 3 Unggulan, serangkai
wajahmu mengepul hingga mengusik hari-hari Ananda berikutnya. Sungguh, aku baru
bisa mengejanya, betapa sesasih sayang menjadi emas batang, begitu berharga
saat ini.
Ibu,
apakah dikau masih terkekeh? Sungguh, darai gelas hati nan bening mencipta,
bahwa dikau adalah sosok, layak dan sangat layak untuk di-AGUNG-kan di muka bumi.
ketika Ananda
meminta, dikau memberi.
ketika Ananda
berduka, dikau penghapus luka,
ketika Ananda
sedih, dikau bilah penawarnya.
…
adakah yang
menyamai semua itu, setelah Tuhan. Tentu tak ada. Karena dikau adalah malaikat,
selalu memberi sayap. Dikau adalah teman, selalu memberi senyum, dikau adalah
guru, selalu member ajaran pembenaran. Duh, entah apa lagi seuntai kata terucap
untuk mengeja jasa. Biar dikau sejenak diam, menerima pinta Ananda saat ini.
Ibu, aku
sungguh rindu!duka ku redam suka pun aku
hanya diam . Kau ada di rumah, aku di sini di sekolah berasrama. Jarak yang
memisahkan, sehingga ada satu pinta untuk dirimu. Apa itu? Kecupan. Ya, aku
ingin mengecup pipimu. Itu mungkin kecil, tapi amat berarti bagiku saat ini.
Kecupan untuk mengungkapkan rasa sesayangku kepadamu. Percayalah, usai aku
mengecupnya, rangking satu di kelas akan Ananda persembahkan. Aku sangat yakin
akan hal itu, apalagi ujian esok hari jadi lancar atas reruntuhan doamu yang
terjatuh di muka bumi, tepatnya di hati Ananda.
Ya Ibu!
Kecupan itu, Ananda akan persembahkan di hari ulang tahunku. Tepat saat hari
menerima rapor. Kebetulan? Ya, sangat kebetulan. Di situ, saya percaya, akan
menjadi terbaik di antara teman-temanku di kelas. Rangking satu, Bu. Upts,
mungkin terlalu berlebihan! Tapi saya sangat percaya ‘ruh’ seorang ibu. Kan
terbukti dengan dengan doa, asi, ikhlas dan senyuman yang diuntai dan kau
berikan. Makasih sekali lagi.
Janji, saya
berjanji, Jika Ibu datang ke sekolahku, kali ini, Ananda tidak meminta kue tar
dan empat belas lilin menyala. Sungguh! Aku tidak butuh itu? Bukan! Aku
membutuhkan dirimu. Datanglah, bawakan kembali sekujur tubuhmu maka kupeluk,
Bu. Itu bukti terima kasih, atas semua jiwa yang telah ibu berikan. Di
sekolahku ini, aku akan memetik lagi kembang putih di kepalamu, sebagaimana
sering kau pinta, sebelum aku masuk di asrama ini.
Sembah telimpuh Ananda,
Bu, semua yang
dipintal di surat ini sebelumnya, tentu masih lama. Sekitar dua minggul lagi
dari sekarang. Di acara penerimaan rapor itu, ya di hari ulang tahunku itu. Di
acara itu, aku yang kini menjabat sebagai ketua Osis, akan mengusahakan dan
meminta ke pembina Osis, agar orang tua diberikan kesempatan untuk memberikan
sambutan dua tiga kata. Ya, tentu kau itulah orang Bu, karena aku yakin meraih
nilai terbaik di antara teman-teman. Seberapa yakin? Sangat yakin, Bu. Ulangan
harian, tugas, termasuk pujian guru-guru di kelas menjadi indicator, bahwa aku
akan menjadi siswa peringkat terbaik.
Bu, aku
meminta untuk itu. Apa? Ya, siapkanlah pidatomu saat ini, bahwa ibu itu adalah
surga kepada anak-anaknya. Di mana? Ya dari air susu yang diberikan secara
ikhas, doa, dan senyuman. Bu, sangat ingin di hari itu, semua orang tua juga
teman-temanku memahami soal ini. Bahwa generasi muda dibentuk karena potret
terbaik dari seorang ibu. Tampillah, Bu. Itu panggung untukmu. Biar teman,
guru, juga orang tua yang lain bisa paham, bahwa engkau adalah bulir kesegaran
yang merengkuh jiwa raga aku.
Bu, jika pun
akhirnya Tuhan berkata lain. Semisal ada biji keraguan, bahwa aku tidak
peringkat satu di saat itu, ndak apa-apa. Toh aku masih punya orang terbaik di
muka bumi. Toh, esok masih ada. Toh aku masih punya doa, ikhlas, dan senyuman
yang kau tebar setiap detak waktu. Jika toh, kau tidak menyumbang dua kata di
kata sambutan, di acara itu masa ada harapan di tahun berikut dan tahun
berikutnya. Toh, aku juga akan tampil memberikan kata sambutan selaku ketua
osis. Tentu, di situ, namamu akan terukir dari bibir. Membingkai wajahmu nan
anggun.
Sembuh senyum buat Ibu!
Saat ini ,
jemari mungil yang menorehkan tinta rindu pada sepucuk surat untukmu telah
lelah menunggu dikau. Kerinduan tak dapat terlampiaskan hanya lewat tulisan
ini. Untuk itu, ukiran kepolosan ananda di epucuk surat mungil ini akan
berganti menjadi kecupan bahagia, tak berujung adanya, jika kau terus
memunajatkan aku, kini dan nanti. Biar rindu redam hilang oleh lantunan doamu
selepas kau menerima surat ini.
Salam
hangat,
Astiwi
Safitri
Anak
manis Ibu
4 komentar
Setiap ibu akan meminta pada anaknya, "Dalam hidup jangan pernah menyerah."
betul kak :)
mksih sudah mampir baca-baca .. hehe
waini
bagus gan..
ada kaitan nya sama blog saya
http://alexanderstef.blogspot.com/
baca sangat membingungkannnn tntuk isinya sudah bagus tapi itu loh tulisannya masih ngga enak dibaca jadi cepet bosen kalau membacanaya
salam